Candi
Pari merupakan suatu bangunan persegi empat batu bata, menghadap ke barat.
Panjang keseluruhan candi ini sekitar 16 meter dengan lebar 14,10 meter dan
tinggi 15,40 meter dengan ambang serta tutup gerbang dari batu Andesit. Dan di
atas gerbang ada batu dengan angka tahun 1293 saka = 1371 Masehi. Merupakan peninggalan
zaman Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M. Atap
candi yang telah runtuh berbentuk amluntah, masing-masing dihias dengan sumber
dan menara kecil. Pada atap atau mahkota inilah terletak ciri unik candi Pari
ini sebab bentuk mahkotanya sepenuhnya memakai pola Khemer atau Champa. Tak ada
penjelasan kenapa candi ini memakai bentuk bangunan negeri Champa walaupun ada
bukti bahwa 2 kerajaan di Asia Tenggara itu perna menjalin dengan Mojopahit
pada awal abad 15. Menurut penelitian yang dilakukan pada jaman Belanda Candi
Pari merupakan candi utama dari sekian jumlah candi lain yang berada di dalam
satu komplek dengan pagar tembok, gapura, dan teras.
Secara
arsitektural, candi Pari mempunyai perbedaan dengan candi-candi lainnya di Jawa
Timur. Perbedaan ini nampak pada bentuk fisik candi Pari yang agak tambun dan
tampak kokoh seperti candi-candi di Jawa Tengah. Sedangkan jika kita bandingkan
dengan arsitektur candi di Jawa Timur, umumnya berbentuk ramping. Selain itu,
perbedaan juga nampak pada bentuk kaki, badan candi serta ornamen yang terdapat
pada candi.
Dan
asal mula didirikan candi Pari yaitu, pada jaman dahulu kala ada seorang tua yang bernama Kyai Gede Penanggungan yang
hidup di pegunungan, ia mempunyai adik perempuan janda yang betempat
tinggal di Desa Injingan, Kyai Gede Penanggungan mempunyai 2 anak perempuan,
yang sulung bernama Nyai Loro Walang Sangit dan yang bungsu bernama Nyai Loro
Walang Angin, keduanya berdiam dirumah Kyai Gede penanggungan. Sedangkan
adiknya janda Injingan mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Jaka Walang Tinunu, setelah
dewasa ia amat tampan dan hormat kepada ibunya.
Pada
suatu hari Jaka Walang Tinunu minta ijin pada ibunya untuk membuka hutan untuk tempat tinggal dan
penggarapan sawah. Setelah itu ia berangkat bersama 2 temannya yaitu Satim dan
Sabalong, mereka mulai membabat rimba di Kedung Soko arah utara Kerungkras dan
arah selatan Candi Pari. Kemudian Jaka Walang Tinunu bersama adik anggkatnya
yaitu Jaka Pandegalan beliau adalah aslinya sesosok jelmaan ikan yang ditolong
oleh Jaka Walang Tinunu dan dianggap adik itu membuka tanah dan setiap hari
mengolah tanah untuk lahan pertanian. Kemudian Jaka Walang Tinunu
memikirkan soal bibit padi, tetapi ia menemui
jalan buntu, sebab dia sangat miskin tidak punya apa-apa untuk
membeli keperluan menggarap sawah. Tapi tiba-tiba ia
ingat apa yang dikatakan ibunya dulu, tentang Kyai Gede Penanggungan, tetapi ia
tak berani menyampaikan isi hatinya kepada Kyai Gede Penanggungan, maka
permohonannya tentang bibit padi disampaikan kepada Nyi Gede yang selanjutnya
disampaikan pada suaminya, namun Kyai Gede tak percaya bahwa bibit itu akan
dipergunakan untuk bersawah.
Jaka Walang Tinunu dan
Jaka Pandelegan sangat kecewa karena permohonannya tidak dikabulkan, hanya
diberi Mendang yang apabila disebarkan tidak akan tumbuh. Lalu kedua putrinya
disuruh untuk mengambilkan Mendang tersebut, Karena kedua putrinya menaruh hati
maka kesempatan ini tidak disia-siakan untuk
mencampur bibit padi dengan Mendang yang akan diberikan itu.Lalu diserahkan
kepada dua pemuda itu dan Kyai Gede Penanggungan mengatakan “ itulah bibitnya
“.
Setibanya dirumah, Jaka Walang
Tinunu secepatnya Mendang yang didapatkannya tersebut
disebarkan disawah dengan mendapat ejekan dari Sabalong dan Satim, karena yang
disebarkan itu tidak mungkin dapat tumbuh. Dan beberapa hari kemudian, ternyata tumbuhnya sangat baik, benar-benar seperti bibit sesungguhnya. kemudian waktu pemindahan tanaman tiba Jaka Walang Tinunu dan
Jaka Pandelegan datang lagi pada Kyai Gede untuk mohon ijin agar kedua putrinya
membantu menanam padi. Tetapi tidak dikabulkan oleh Kyai Gede malah marah
dengan mengatakan bahwa kedua putrinya akan dipinang oleh Raja Blambangan,
padahal keduanya sudah sama-sama mencintai, lalu kedua pemuda itu kembali
pulang. Dan diam-diam kedua putri Kyai Gede melarikan diri untuk menyusul. Nyai
Loro Walang Angin ingin jadi isterinya Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang
Sangit ingin jadi isterinya Jaka Walang Tinunu. Setelah Nyai Gede mengetahui
kedua putrinya tidak ada lalu memberitaukan kepada Kyai Gede, lalu mengejar
kedua putrinya dipaksa untuk kembali kerumah, tetapi ditolaknya. Sedangkan
kedua pemuda itu tidak menghiraukannya karena kedua anaknya ikut atas
kemauannya sendiri. Maka terjadilah suatu pertengkaran yang berakhir dengan
kekalahan di pihak Kyai Gede, sehingga ia terpaksa pulang kembali tanpa bersama kedua putrinya. Sedangkan mereka berempat kembali melanjutkan perjalanan kembali
ke Kedung Soko.
Waktu tanaman berusia 45 hari sawah kekurangan air
sehingga Jaka Walang Tinunu menyuruh Jaka Pandelegan menyelidiki air. Ketika
sampai ditengah sawah berpapasan dengan seorang tua yang memerintahkan agar
Jaka Pandelegan menghentikan perjalanannya, yang menyebabkan dia murka. Saat ia
akan membunuh orang tua tersebut lalu ia jatuh pingsan. Ketika sadar sangatlah
takut dan menanyakan tentang namanya. Lalu orang tua tersebut menjawab “ Namaku
Nabi Kilir” pelindung semua air. Kemudian orang tua itu memberikan nama
kepada Jaka Pandelegan dengan nama Dukut Banyu, lalu berkata “Kalau kamu sudah
selesai bertanam adakanlah selamatan apabila sawahmu berhasil dengan baik” Setelah
itu orang tua menghilang. Waktu Jaka Pandelegan datang kembali kesawahnya
ternyata sudah penuh dengan air yang melimpah sampai panen tiba.
Dan kemudian tentang pemotongan Padi karena luasnya sawah
dan baiknya jenis tanaman maka orang dari segala penjuru datang untuk ikut
memotong padi tersebut. Juga diceritakan bahwa bagian muka padi dipotong bagian belakang yang baru saja dipotong
sudah kelihatan ada tanaman padi yang sudah menguning, sehingga tidak ada habis-habisnya.
Adapun hasil panen ditumpuk di penangan, Justru penangan tersebut tepat berada di tempat Candi Pari sekarang ini. Dan betapa
banyaknya padi di penangan itu.
Kemudian sementara itu kerajaan
Majapahit mengalami paceklik.Pertanian gagal, banyak petani yang sakit. Lumbung padi dalam keraton yang biasanya penuh menjadi kosong,
karena luasnya sawah yang terkena
penyakit dan gagal panen. Ketika Prabu Brawijaya mendengar bahwa di Kedung Soko
berdiam seorang yang bijaksana yang memiliki banyak padi. Maka diperintahkan kepada Patihnya untuk
meminta penyerahan padi dan dibawakan perahu lewat sungai arah tengara Kedung
Soko. Akhirnya Jaka Walang Tinunu bersedia untuk menyerahkan
padinya kepada utusan sang Prabu, dan padi-padi tersebut diangkut ke tebing sungai dan selanjutnya
dimuatkan pada perahu-perahu itu,
walaupun berapa banyak perahu yang disediakan, namun padi yang disediakan di
tebing tetap tidak muat sehingga tempat tersebut dinamakan desa Pamotan, Lalu
padi dipersembahkan pada sang Prabu Brawijaya yang diterima dengan suka cita.
Lalu sang Prabu menanyakan kepada sang Patih siapakah pemilik padi itu ? Maka
sang Patih menjawabnya bahwa yang memiliki padi itu bernama “Jaka Walang
Tinunu” anak seorang janda Ijingan.
Selanjutnya Sang Prabu mengutus untuk memanggil Jaka
Pandelegan beserta isterinya dengan maksud akan dinaikkan pangkat derajatnya.
Dan apabila mereka tidak bersedia akan dipaksa
tanpa menimbulkan cidera pada badannya bahkan jangan sampai menyebabkan
kerusakan pada pakaiannya, Selanjutnya pula Sang Prabu menanyakan siapakah
temannya yang bernama Jaka Pandelegan itu? Lalu Jaka
Walang Tinunu menjawab bahwa Jaka Pandelegan yang dianggap sebagai adiknya itu
adalah berasal dari ikan.
Ketika Patih datang menyampaikan panggilan ia menolak,
sekalipun dipaksa tetap membangkang yang selanjutnya menyembunyikan diri di
tengah-tengah tumpukan padi pada penangan itu. Dan sewaktu
sang Patih berusaha untuk menangkap dan mengepung tempat itu, maka Jaka
Pandelegan menghilang tanpa bekas. Setelah menghilangnya sang suami, Nyai Loro
Walang Angin yang membawa kendi berpapasan dengan patih disuatu tempat, sewaktu
akan ditangkap berkatalah ia “Biarlah saya terlebih dahulu mengisi kendi ini
disebelah barat daya penangan itu” Dan saat tiba disebelah timur Sumur, maka
hilanglah istri Jaka Pandelegan itu.
Setelah suami isteri itu hilang Sang Patih pulang kembali untuk melaporkan
peristiwa itu kepada Sang Prabu. Mendengar kejadian itu Baginda sangat kagum
atas kecekatan Jaka Pandelegan dan isterinya itu. Yang akhirnya Sang Prabu
Brawijaya mengeluarkan perintah mendirikan dua buah candi untuk mengenang
peristiwa hilangnya suami isteri itu. Maka didirikanlah dua buah candi, yang
satu didirikan dimana Jaka Pandelegan hilang yang diberi nama CANDI PARI, sedangkan
candi yang satunya didirikan ditempat dimana bekas Nyai Loro Walang Angin
menghilang dengan diberi nama CANDI SUMUR
Demikian cerita singkat Asal usul berdirinya candi Pari yang terletak di
desa Candi Pari Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.
Golden Nugget Casino, Las Vegas - MapyRO
BalasHapusFind Golden Nugget Casino, 여수 출장안마 Las Vegas (LAS) location 남양주 출장샵 in 서귀포 출장마사지 Nevada, United States. Get 거제 출장안마 directions, 여수 출장마사지 reviews and information for Golden Nugget Casino in Las Vegas,
237y5bezpq887cheapjerseyssalesupply,cheapjerseyschinaweb,bwjerseys,cheapjerseysonlinepurchase,cheapjerseysqa,cheapjerseys100,cheapjerseysaleusa,cheapsoccerjerseys4,cheapjerseys94 558j3zfezi607
BalasHapus